Minggu, 27 Desember 2009

Pemanfaatan E-Learning Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran di Madrasah

Pemanfaatan E-Learning Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran di Madrasah


Secara Spesifik belum ada studi yang dilakukan untuk untuk melihat Penerapan TI dalam lembaga pendidikan Islam (madrasah), tapi beberapa studi penerapan TI telah dilakukan dalam penyebaran nilai-nilai Islam yang juga merupakan salah satu misi pendidikan Islam (e.g. Bunt, 2000; Wahid, 2004). Namun demikian, teori-teori pembelajaran secara umum nampaknya relevan untuk diterapkan pada pendidikan Islam. Mengadopsi pemikiran Resnick (2002), ada tiga hal penting yang harus dipikirkan ulang: (1) bagaimana belajar; (2) apa yang dipelajari; dan (3) kapan dan dimana belajar.
Terkait dengan ini, menurut Pannen (2005), saat ini terjadi perubahan paradigma pembelajaran terkait dengan ketergantungan terhadap guru dan peran guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran seharusnya tidak 100% bergantung kepada guru lagi (instructor dependent) tetapi lebih banyak terpusat kepada murid.  Guru juga tidak lagi dijadikan satu-satunya rujukan semua pengetahuan tetapi lebihsebagai fasilitator atau konsultan (Resnick, 2002). Murid harus diberikan kepercayaan untuk berpendapat dan menentukan sikap.
Menurut Kirkpatrick (2001), E-Learning telah mendorong demokratisasi pengajaran dan proses pembelajaran dengan memberikan kendali yang lebih besar dalam pembelajaran kepada murid. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional seperti termaktub dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Menurut Siahaan (2003), terdapat tiga fungsi atau manfaat e-learning terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom setting), adalah sebagai berikut :
1.    Suplemen. Dikatakan berfungsi sebagai suplemen atau tambahan apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran.
2.    Komplemen. Dikatakan berfungsi sebagai komplemen  atau pelengkap  apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
3.    Subtitusi. Beberapa Perguruan Tinggi di Negara-negara maju memberikan beberapa alternative model kegiatan pembelajaran kepada mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa.

Secara umum, intervensi E-Learning dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua: komplementer dan substitusi. Yang pertama mengandaikan bahwa cara pembelajaran dengan pertemuan tatap-muka masih berjalan tetapi ditambah dengan model interaksi berbantuan TI, sedang yang kedua sebagian besar proses pembelajaran dilakukan berbantuan TI. Saat ini, regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga telah memfasilitasi pemanfaatan E-Learning sebagai substitusi proses pembelajaran konvensional.
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 107/U/2001 dengan jelas membuka koridor untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh di mana E-Learning dapat masuk memainkan peran  seharusnya dilakukan oleh madrasah.  Respon aktif dan kreatif terkait dengan penggunaan TI dalam proses pembelajaran akan menandakan bahwa madrasah dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Dalam konteks pendidikan Islam sebagai pengajaran Islam, intervensi TI dapat diwujudkan dalam bentuk yang lain. Isu ini terkait dengan penggunaan TI menyampaikan  nilai-nilai Islam. Apa yang digambarkan oleh Bunt (Bunt, 2000) dan Wahid (2004) adalah contoh penggunaan TI, terutama Internet, dalam penyampaian nilai-nilai Islam melalui apa yang disebut sebagai e-dakwah.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang dipelajari, seperti apakah kurikulum telah sesuai dengan kebutuhan murid dan apakah kurikulum telah dirancang untuk menyiapkan murid untuk hidup dan bekerja pada masa yang akan datang. Perkembangan TI yang sangat pesat harus dipertimbangkan dalam menjawab pertanyaanpertanyaan ini, sebab menurut Resnick (2002), selain TI akan sangat mewarnai masa depan, TI juga mengubah tidak hanya terhadap apa yang seharusnya dipelajari oleh murid, tetapi juga apa yang dapat dipelajari. Sangat mungkin banyak hal yang seharusnya atau dapat dipelajari murid tetapi tidak bisa dimasukkan ke dalam kurikulum karena “ruang” yang terbatas atau kompleksitas yang tinggi dalam mengajarkannya. Terkait dengan ini, paradigma pembelajaran yang sebelumnya mengandaikan bahwa sumberdaya pembelajaran hanya terbatas pada materi dan guru di kelas dan buku harus diubah, maka dengan hadirnya TI,  terutama internet  telah menyediakan sumber daya pembelajaran yang tidak terbatas.
Meskipun implementasi sistem E-Learning yang ada sekarang ini sangat bervariasi, namun semua itu didasarkan atas suatu prinsip atau konsep bahwa elearning dimaksudkan sebagai upaya pendistribusian materi pembelajaran melalui media elektronik atau Internet sehingga peserta didik dapat mengaksesnya kapan saja dari seluruh penjuru dunia.
Ciri pembelajaran dengan e-leaning adalah terciptanya lingkungan belajar yang flexible dan distributed. Fleksibilitas menjadi kata kunci dalam sistem E-Learning. Peserta didik menjadi sangat fleksibel dalam memilih waktu dan tempat belajar karena mereka tidak harus datang di suatu tempat pada waktu tertentu. Dilain pihak, dosen dapat memperbaharui materi pembelajarannya kapan saja dan dari mana saja. Dari segi isi, materi pembelajaranpun dapat dibuat sangat fleksibel mulai dari bahan kuliah yang berbasis teks sampai materi pembelajaran yang sarat dengan komponen multimedia.
Untuk mendapatkan sistem E-Learning yang baik diperlukan perancangan yang baik pula. Distributed learning menunjuk pada pembelajaran dimana pengajar, mahasiswa, dan materi pembelajaran terletak di lokasi yang berbeda, sehingga mahasiswa dapat belajar kapan saja dan dari mana saja.
Sistem E-Learning dapat diimplementasikan dalam bentuk asynchronous, synchronous, atau campuran antara keduanya. Contoh E-Learning asynchronous banyak dijumpai di Internet baik yang sederhana maupun yang terpadu melalui portal E-Learning.  Sedangkan dalam E-Learning synchronous, pengajar dan siswa harus berada di depan komputer secara bersama-sama karena proses pembelajaran dilaksanakan secara live, baik melalui video maupun audio conference. Selanjutnya dikenal pula istilah blended learning yakni pembelajaran yang menggabungkan semua bentuk pembelajaran misalnya online, live, maupun tatap muka (konvensional).
Teknologi informasi, terutama Internet, dalam hal ini memberikan peluang untuk itu. Kapan dan dimana belajar dilakukan adalah pertanyaan ketiga yang perlu dipikirkan kembali jawabannya. Apakah pembelajaran harus dalam ruangan kelas dalam waktu tertentu atau tidak terbatas ruang dan waktu? Model pembelajaran tatap-muka yang banyak membatasi waktu dan tempat belajar. Sebagai komplemen (atau substitusi), teknologi E-Learning hadir untuk memberikan kebebasankepada murid dalam memilih tempat, waktu, dan ritme belajar (Kirkpatrick, 2001). Interaksi yang difasilitasi oleh TI ini dapat terjadi secara sinkron (pada waktu yang sama) maupun asinkron (dalamwaktu yang berbeda). tetapi berbantuan TI. Produksi CD-ROM dengan konten materi pembelajaran termasuk di dalamnya. Kini, kita bisa dapatkan banyak CD-ROM untuk pembelajaran di pasaran; bahkan mulai untuk balita, bahkan beberapa CD-ROM telah memfasilitasi murid belajar sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan dengan kemasan yang menarik. Dalam hal ini, TI dapat menghadirkan digital excitement dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Intinya, kehadiran TI telah menjanjikan perubahan proses pembelajaran yang lebih menarik, mudah, dan berkualitas.
Dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu (1) memperbaiki competitive positioning; (2) meningkatkan brand image; (3) meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran; (4) meningkatkan kepuasan murid; (5) meningkatkan pendapatan; (6) memperluas basis murid; (7) meningkatkan kualitas pelayanan; (8) mengurangi biaya operasi; dan (9) mengembangkan produk dan layanan baru.
Implementasi E-Learning sangat tergantung kepada penilaian apakah: (a) E-Learning itu sudah menjadikan suatu kebutuhan; (b) tersedianya infrastruktur pendukung seperti telepon dan listrik (c) tersedianya fasilitas jaringan dan koneksi Internet; (d) software pembelajaran (learning management system); (e) kemampuan dan ketrampilan orang yang mengoperasikannya; dan (f) kebijakan yang mendukung pelaksanaan program E-Learning.
Untuk menfasilitasi E-Learning dengan bantuan koneksi Internet, dalam beberapa tahun terakhir, telah dikembangkan banyak aplikasi yang dirancang untuk mendukung proses pembelajaran. Aplikasi ini sering disebut dengan Learning Management System (LMS). Menurut Surjono (2006:4) LMS adalah perangkat lunak yang digunakan untuk membuat materi perkuliahan/pembelajaran online (berbasis web) dan mengelola kegiatan pembelajaran sendiri dari menyiapkan, membuat materi atau bahan ajar, mengupload hingga mengaadakan evaluasi. LMS ini mengintegrasikan banyak fungsi yang mendukung proses pembelajaran seperti menfasilitasi berbagai macam bentuk materi instruksional (teks, audio, video), e-mail, chat, diskusi online, forum, kuis, dan penugasan.
Aplikasi system e-learning berbasis LMS salah satunya adalah moodle. Moodle adalah singkatan dari modular object oriented dynamic learning environment. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk ke dalam “ruang kelas” digital untuk mengakses materi pembelajaran. Aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dengan aplikasi ini antara lain assignment atau pemberian penugasan kepada perserta pembelajaran secara online, chat atau proses percakapan atau dialog dengan teks secara online, Kuis atau ujian/test secara online, survey atau jejak pendapat,  forum atau diskusi beberapa permasalahan yang dihadapi annggota komunitas.
Banyak kritik dialamatkan kepada penggunaan LMS yang dianggap tidak mempertimbangkan aspek pedagogis. Karenanya, menurut Institute for Higher Education Policy, Amerika (dalam Govindasamy, 2002) terdapat tujuh parameter yang perlu diperhatikan dalam menerapkan E-Learning yang mempertimbangkan prinsip-prinsip pedagogis, yaitu: (1) institutional support; (2) course development; (3) teaching and learning; (4) course structure; (5) student support; (6) faculty support; dan (7) evaluation and assessment.


Teknologi Pendukung, Pengembangan, Kelemahan dan Keunggulan E-Learning

1. Teknologi Pendukung E-Learning

Dalam prakteknya E-Learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu dikenal istilah: computer based learning (CBL) yaitu pembelajaran yang sepenuhnyamenggunakan komputer; dan computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran yang menggunakan alat bantu utama komputer.
Teknologi pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Technology based learning dan Technology based web-learning. Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration). Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education),  dimasudkan agar komunikasi antara  murid  dan guru bisa terjadi dengan keunggulan teknologi E-Learning ini. Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email, Mailing List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web (WWW)”.
Sedangkan Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam E-Learning. Pertama, E-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi.   Kedua, E-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. Ketiga, E-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.
Ada  beberapa alternatif  paradigma pendidikan melalui  internet ini yang salah satunya adalah sistem “dot.com educational system” (Kardiawarman, 2000).  Paradigma ini dapat mengitegrasikan beberapa sistem seperti, Pertama, paradigma virtual teacher resources, yang dapat mengatasi terbatasnya jumlah guru yang berkualitas, sehingga siswa tidak haus secara intensif memerlukan dukungan guru, karena peranan guru maya (virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh sistem belajar tersebut. Kedua, virtual school system, yang dapat membuka peluang menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan ruang dan waktu. Keunggulan paradigma ini daya tampung siswa tak terbatas. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja. Ketiga, paradigma cyber educational resources system, atau dot com leraning resources system. Merupakan pedukung kedua paradigma di atas, dalam membantu akses terhadap artikel atau jurnal elektronik yang tersedia secara bebas dan gratis dalam internet.  Penggunaan E-Learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Menurut Williams (1999). Internet adalah ‘a large collection of computers in networks thatare tied together so that many users can share their vast resources’.


2.    Pengembangan Model E-Learning
Haughey (1998) menungkapkan tentang pengembangan E-Learning, menurutnya ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course. Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang  mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet.  Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh. Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka.  Fungsinya saling melengkapi, dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut. Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.

3.    Keunggulan dan Kelemahan E-Learning
Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating  di mana guru dan  siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi  oleh jarak, tempat dan waktu.  Kedua, Guru dan  siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual  melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Ketiga, Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.  Keempat, Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya,  ia dapatmelakukan akses di internet secara lebih mudah.  Kelima, Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Ketujuh, Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau E-Learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknyavalues dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikanaspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet.  Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.


Implikasi Teori Belajar Pada Pembelajaran E-Learning

Implikasi Teori Belajar Pada Pembelajaran E-Learning


Pandangan masing-masing teori terhadap belajar menimbulkan implikasi terhadap pembelajaran dan desain materi pelajaran online learning dalam hal ini dimaknai E-Learning. Pandangan yang berbeda memunculkan implikasi yang berbeda. Behavioristik yang memandang fikiran sebagai “kotak hitam” sepenuhnya mengabaikan proses berfikir yang terjadi dalam otak dan hanya memandang perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan diukur sebagai indikator bahwa telah terjadi proses belajar pada peserta didik. Hal ini berimplikasi pada belajar online berupa (1) peserta didik perlu mengetahui outcome belajar. (2) ujian dilaksanakan untuk mengetahui outcome belajar. (3) urutan materi belajar yang tepat untuk meningkatkan belajar.(4) umpan balik untuk tindakan koreksi bagi peserta didik. Teori belajar kognitif memandang bahwa belajar merupakan proses internal yang melibatkan ingatan, pikiran, refleksi, abstraksi, motivasi dan metakognitif.
Psikologi kognitif serupa dengan teori belajar sibernetik yang memandang belajar dari sudut pandang pemrosesan informasi, dimana pebelajar menggunakan jenis-jenis memori yang berbeda selama belajar.
Pembelajaran Online harus menggunakan strategi-strategi yang memungkinkan peserta didik untuk menghadirkan materi belajar sehingga mereka dapat mentransfernya dari penginderaan (sense) ke sensory store kemudian ke working memory. Ini berimplikasi pada pembelajaran on line yaitu;  (1) untuk meningkatkan persepsi dan perhatian peserta didik termasuk; penempatan informasi yang penting harus ditengah-tengah layar, informasi yang pentig harus disorot untuk meningkatkan perhatian peserta didik, pemberitahuan tentang pentingnya pelajaran, penyesuasian tingkat kesulitan materi dengan tingkat kognitif peserta didik. (2) peserta didik harus didorong untuk mengkonstruksi hubugan memori antara informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki dalam long term memory, menggunakan strategi belajar bermakna untuk mengaktifkan struktur kognitif dalam membantu proses belajar dan menggabungkan detail pelajaran, menggunakan model-model konseptual agar peserta didik dapat memanggil kembali atau menyimpan struktur pengetahuan yang diperoleh untuk digunakan dalam mempelajari detail pelajaran, memfasilitasi pemanggilan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan prapembelajaran dengan demikian membantu peserta didik untuk mempelajari materi dan memotivasi untuk menemukan sumber-sumber tambahan guna memperoleh outcome belajar, menggunakan tes prasyarat untuk mengaktifkan pengetahuan prasyarat yang dibutuhkan dalam mempelajari materi yang diberikan. (3) pengelolaan informasi ke dalam bentuk peta informasi untuk membantu proses dalam working memory (informasi umum disajikan dan dipecah ke sub-sub item). (4) pemanfaatan strategi yang membuat transfer memori jangka panjang lebih efektif yaitu strategi yang menuntut peserta didik untuk mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi.
Dalam belajar E-Learning, pandangan kognitif mengenal pentingnya perbedaan individu dan memanfaatkan berbagai strategi belajar untuk mengakomodasi perbedaan tersebut.  Gaya belajar (learning style) menunjukan bagaimana siswa merasa, berinteraksi, dan merespon lingkungan belajarnya. Salah satu dimensi gaya kognitif yang memiliki implikasi terhadap belajar online adalah perbedaan antara kepribadian field-dependent dan field-independent. 
Kepribadian field independent melakukan pendekatan lingkungan dalam suatu sikap analitis. Kepribadian field-independent akan belajar secara lebih efektif di bawah kondisi motivasi intrinsic (misalnya, belajar sendiri) dan kurang terpengaruh oleh penguatan sosial. Pribadi yang field dependent mengalami peristiwa yang lebih global. Kepribadian field-dependent memiliki orientasi sosial yang lebih besar, dibandingkan dengan kepribadian field-independent.
Teori konstruktivistik, pada teori ini peserta didik dipandang sebagai pusat dalam pembelajaraan  yang aktif bukan pasif, pengajar hanya merupakan fasilitator.  Peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, mengkontektualisasi informasi, menginterpretasi pengetahuan yang diperoleh dari luar.  Implikasi teori konstruktivistik pada pembelajaran online antara lain; (1) menjadikan belajar sebagai suatu proses aktif. (2) memfasilitasi pebelajar untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. (3) pembelajaran bersifat kolaboratif dan kooperatif, memungkinkan peserta didik memanfaatkan keterampilan metkognitifnya. (4) memungkinkan peserta didik menentukan sendiri tujuan belajarnya. (5) memungkinkan peserta didik merefleksi dan menginternalisasi  informasi.(6) belajar harus menjadi sesuatu yang bermakna. (7) belajar harus interaktif, adanya proses transformasi yang di dalamnya peserta didik berinteraksi dengan isi materi, peserta didik lain, dan pengajar. Interaksi merupakan hal yang sangat penting dalam online learning.
Dalam E-Learning interaksi antaramuka adalah dengan komputer untuk mengakses isi materi pelajaran dan untuk berinteraksi dengan orang lain. Sebagaimana peserta didik dalam online learning berinteraksi dengan isi, mereka harus didorong untuk menerapkan, menilai, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan merefleksi apa yang mereka pelajari.
Pembelajaran fleksibel atau flexibel learning adalah merupakan strategi yang merujuk pada aktifitas belajar dan menekankan pada pilihan si belajar sebagai komponen utama (Collis dan Moonen, 2001). Menurut Diane Newton, dkk (2006) flexible learning adalah merupakan pengorganisasian lingkungan belajar online yang fleksibel yang merupakan penggabungan antara computer based learning dengan distance learning. Jannete R. Hill (2006) menegaskan bahwa lingkungan belajar yang fleksibel adalah merupakan area yang disediakan berdasarkan pilihan si belajar dalam melakukan kegiatan belajar dan bagaimana cara si belajar melaksanakan kegiatan belajar. Dikemukakannya bahwa penyediaan lingkungan belajar yang fleksibel kini telah dipertimbangkan sebagai sebuah cara baru dalam pandangan tentang belajar, dimana metode dan praktek bisa dilaksanakan baik secara tradisional (klasikal) maupun secara online.
Dari beberapa pandangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa  flexible learning adalah sebuah strategi pengorganisasian situasi belajar yang fleksibel yang dilakukan baik secara klasikal (face-to-face) di dalam ruang kelas, laboratorium atau lapangan dan secara online melalui jaringan network (jaringan Local Area Networks) maupun distance learning melalui internet, dengan memperhatikan pada pilihan dan keinginan si belajar didalam melakukan aktifitas belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam pembelajaran fleksibel segenap sumber-sumber belajar diorganisasi sedemikian rupa sehingga tercipta situasi belajar yang dapat mempermudah dan mempercepat si belajar dalam membangun kebermaknaan belajar. Melalui pembelajaran fleksibel diharapkan si belajar memiliki keterlibatan yang tinggi pada kegiatan belajarnya.
Teori flexible learning berkembang sebagai tanggapan atas teori belajar dan pembelajaran yang membatasi gerak interaksi sosial si belajar. Teori ini berpendapat bahwa si belajar harus diberi kesempatan untuk memilih dan melakukan kegiatan pembelajarannya, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator (Collis dan Moonen, 2001). Dalam perkembangannya teori ini banyak dikembangkan pada pembelajaran online berbasis internet, sehingga Diane Newton, dkk (2006) berpendapat bahwa flexible learning adalah merupakan pengorganisasian lingkungan belajar online yang fleksibel yang merupakan penggabungan antara computer based learning dengan distance learning. Jannete R Hill (2006) menegaskan bahwa lingkungan belajar yang fleksibel adalah merupakan area yang disediakan yang berfokus pada pilihan si belajar dalam melakukan kegiatan belajar dan bagaimana cara si belajar melaksanakan kegiatan belajar. Flexible learning merupakan suatu proses pemberian keleluasaan untuk bergerak dari situasi belajar yang satu ke situasi belajar yang lain sehingga terjadi proses belajar yang efektif.

Definisi E-Learning

Definisi E-Learning

Jaya     Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan E-Learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan E-Learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan E-Learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Atau E-Learning didefinisikan sebagai berikut : E-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Rosenberg (2001) menekankan bahwa E-Learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat E-Learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam E-Learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah sebahagian dari media elektronik yang digunakan Pengajaran boleh disampaikan secara synchronously (pada waktu yang sama) ataupun asynchronously (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus menyediakan kemudahan untuk discussion group dengan bantuan profesional dalam bidangnya.
Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan E-Learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya.  Sedangkan di dalam pembelajaran E-Learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri  pada waktu tertentu dan bertanggung jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran  E-Learning akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya.  Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha dan inisiatif sendiri.
Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia. Cisco (2001) menjelaskan filosofis E-Learning sebagai berikut. Pertama, elearning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, E-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, E-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar content dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Sedangkan Karakteristik E-Learning, antara lain. Pertama, Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler. Kedua, Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks). Ketiga, Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya. Keempat, Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Untuk dapat menghasilkan E-Learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang elearning, yaitu : sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem E-Learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem E-Learning-nya. Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.