Minggu, 27 Desember 2009

Pemanfaatan E-Learning Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran di Madrasah

Pemanfaatan E-Learning Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran di Madrasah


Secara Spesifik belum ada studi yang dilakukan untuk untuk melihat Penerapan TI dalam lembaga pendidikan Islam (madrasah), tapi beberapa studi penerapan TI telah dilakukan dalam penyebaran nilai-nilai Islam yang juga merupakan salah satu misi pendidikan Islam (e.g. Bunt, 2000; Wahid, 2004). Namun demikian, teori-teori pembelajaran secara umum nampaknya relevan untuk diterapkan pada pendidikan Islam. Mengadopsi pemikiran Resnick (2002), ada tiga hal penting yang harus dipikirkan ulang: (1) bagaimana belajar; (2) apa yang dipelajari; dan (3) kapan dan dimana belajar.
Terkait dengan ini, menurut Pannen (2005), saat ini terjadi perubahan paradigma pembelajaran terkait dengan ketergantungan terhadap guru dan peran guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran seharusnya tidak 100% bergantung kepada guru lagi (instructor dependent) tetapi lebih banyak terpusat kepada murid.  Guru juga tidak lagi dijadikan satu-satunya rujukan semua pengetahuan tetapi lebihsebagai fasilitator atau konsultan (Resnick, 2002). Murid harus diberikan kepercayaan untuk berpendapat dan menentukan sikap.
Menurut Kirkpatrick (2001), E-Learning telah mendorong demokratisasi pengajaran dan proses pembelajaran dengan memberikan kendali yang lebih besar dalam pembelajaran kepada murid. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional seperti termaktub dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Menurut Siahaan (2003), terdapat tiga fungsi atau manfaat e-learning terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom setting), adalah sebagai berikut :
1.    Suplemen. Dikatakan berfungsi sebagai suplemen atau tambahan apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran.
2.    Komplemen. Dikatakan berfungsi sebagai komplemen  atau pelengkap  apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
3.    Subtitusi. Beberapa Perguruan Tinggi di Negara-negara maju memberikan beberapa alternative model kegiatan pembelajaran kepada mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa.

Secara umum, intervensi E-Learning dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua: komplementer dan substitusi. Yang pertama mengandaikan bahwa cara pembelajaran dengan pertemuan tatap-muka masih berjalan tetapi ditambah dengan model interaksi berbantuan TI, sedang yang kedua sebagian besar proses pembelajaran dilakukan berbantuan TI. Saat ini, regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga telah memfasilitasi pemanfaatan E-Learning sebagai substitusi proses pembelajaran konvensional.
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 107/U/2001 dengan jelas membuka koridor untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh di mana E-Learning dapat masuk memainkan peran  seharusnya dilakukan oleh madrasah.  Respon aktif dan kreatif terkait dengan penggunaan TI dalam proses pembelajaran akan menandakan bahwa madrasah dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Dalam konteks pendidikan Islam sebagai pengajaran Islam, intervensi TI dapat diwujudkan dalam bentuk yang lain. Isu ini terkait dengan penggunaan TI menyampaikan  nilai-nilai Islam. Apa yang digambarkan oleh Bunt (Bunt, 2000) dan Wahid (2004) adalah contoh penggunaan TI, terutama Internet, dalam penyampaian nilai-nilai Islam melalui apa yang disebut sebagai e-dakwah.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang dipelajari, seperti apakah kurikulum telah sesuai dengan kebutuhan murid dan apakah kurikulum telah dirancang untuk menyiapkan murid untuk hidup dan bekerja pada masa yang akan datang. Perkembangan TI yang sangat pesat harus dipertimbangkan dalam menjawab pertanyaanpertanyaan ini, sebab menurut Resnick (2002), selain TI akan sangat mewarnai masa depan, TI juga mengubah tidak hanya terhadap apa yang seharusnya dipelajari oleh murid, tetapi juga apa yang dapat dipelajari. Sangat mungkin banyak hal yang seharusnya atau dapat dipelajari murid tetapi tidak bisa dimasukkan ke dalam kurikulum karena “ruang” yang terbatas atau kompleksitas yang tinggi dalam mengajarkannya. Terkait dengan ini, paradigma pembelajaran yang sebelumnya mengandaikan bahwa sumberdaya pembelajaran hanya terbatas pada materi dan guru di kelas dan buku harus diubah, maka dengan hadirnya TI,  terutama internet  telah menyediakan sumber daya pembelajaran yang tidak terbatas.
Meskipun implementasi sistem E-Learning yang ada sekarang ini sangat bervariasi, namun semua itu didasarkan atas suatu prinsip atau konsep bahwa elearning dimaksudkan sebagai upaya pendistribusian materi pembelajaran melalui media elektronik atau Internet sehingga peserta didik dapat mengaksesnya kapan saja dari seluruh penjuru dunia.
Ciri pembelajaran dengan e-leaning adalah terciptanya lingkungan belajar yang flexible dan distributed. Fleksibilitas menjadi kata kunci dalam sistem E-Learning. Peserta didik menjadi sangat fleksibel dalam memilih waktu dan tempat belajar karena mereka tidak harus datang di suatu tempat pada waktu tertentu. Dilain pihak, dosen dapat memperbaharui materi pembelajarannya kapan saja dan dari mana saja. Dari segi isi, materi pembelajaranpun dapat dibuat sangat fleksibel mulai dari bahan kuliah yang berbasis teks sampai materi pembelajaran yang sarat dengan komponen multimedia.
Untuk mendapatkan sistem E-Learning yang baik diperlukan perancangan yang baik pula. Distributed learning menunjuk pada pembelajaran dimana pengajar, mahasiswa, dan materi pembelajaran terletak di lokasi yang berbeda, sehingga mahasiswa dapat belajar kapan saja dan dari mana saja.
Sistem E-Learning dapat diimplementasikan dalam bentuk asynchronous, synchronous, atau campuran antara keduanya. Contoh E-Learning asynchronous banyak dijumpai di Internet baik yang sederhana maupun yang terpadu melalui portal E-Learning.  Sedangkan dalam E-Learning synchronous, pengajar dan siswa harus berada di depan komputer secara bersama-sama karena proses pembelajaran dilaksanakan secara live, baik melalui video maupun audio conference. Selanjutnya dikenal pula istilah blended learning yakni pembelajaran yang menggabungkan semua bentuk pembelajaran misalnya online, live, maupun tatap muka (konvensional).
Teknologi informasi, terutama Internet, dalam hal ini memberikan peluang untuk itu. Kapan dan dimana belajar dilakukan adalah pertanyaan ketiga yang perlu dipikirkan kembali jawabannya. Apakah pembelajaran harus dalam ruangan kelas dalam waktu tertentu atau tidak terbatas ruang dan waktu? Model pembelajaran tatap-muka yang banyak membatasi waktu dan tempat belajar. Sebagai komplemen (atau substitusi), teknologi E-Learning hadir untuk memberikan kebebasankepada murid dalam memilih tempat, waktu, dan ritme belajar (Kirkpatrick, 2001). Interaksi yang difasilitasi oleh TI ini dapat terjadi secara sinkron (pada waktu yang sama) maupun asinkron (dalamwaktu yang berbeda). tetapi berbantuan TI. Produksi CD-ROM dengan konten materi pembelajaran termasuk di dalamnya. Kini, kita bisa dapatkan banyak CD-ROM untuk pembelajaran di pasaran; bahkan mulai untuk balita, bahkan beberapa CD-ROM telah memfasilitasi murid belajar sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan dengan kemasan yang menarik. Dalam hal ini, TI dapat menghadirkan digital excitement dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Intinya, kehadiran TI telah menjanjikan perubahan proses pembelajaran yang lebih menarik, mudah, dan berkualitas.
Dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu (1) memperbaiki competitive positioning; (2) meningkatkan brand image; (3) meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran; (4) meningkatkan kepuasan murid; (5) meningkatkan pendapatan; (6) memperluas basis murid; (7) meningkatkan kualitas pelayanan; (8) mengurangi biaya operasi; dan (9) mengembangkan produk dan layanan baru.
Implementasi E-Learning sangat tergantung kepada penilaian apakah: (a) E-Learning itu sudah menjadikan suatu kebutuhan; (b) tersedianya infrastruktur pendukung seperti telepon dan listrik (c) tersedianya fasilitas jaringan dan koneksi Internet; (d) software pembelajaran (learning management system); (e) kemampuan dan ketrampilan orang yang mengoperasikannya; dan (f) kebijakan yang mendukung pelaksanaan program E-Learning.
Untuk menfasilitasi E-Learning dengan bantuan koneksi Internet, dalam beberapa tahun terakhir, telah dikembangkan banyak aplikasi yang dirancang untuk mendukung proses pembelajaran. Aplikasi ini sering disebut dengan Learning Management System (LMS). Menurut Surjono (2006:4) LMS adalah perangkat lunak yang digunakan untuk membuat materi perkuliahan/pembelajaran online (berbasis web) dan mengelola kegiatan pembelajaran sendiri dari menyiapkan, membuat materi atau bahan ajar, mengupload hingga mengaadakan evaluasi. LMS ini mengintegrasikan banyak fungsi yang mendukung proses pembelajaran seperti menfasilitasi berbagai macam bentuk materi instruksional (teks, audio, video), e-mail, chat, diskusi online, forum, kuis, dan penugasan.
Aplikasi system e-learning berbasis LMS salah satunya adalah moodle. Moodle adalah singkatan dari modular object oriented dynamic learning environment. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk ke dalam “ruang kelas” digital untuk mengakses materi pembelajaran. Aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dengan aplikasi ini antara lain assignment atau pemberian penugasan kepada perserta pembelajaran secara online, chat atau proses percakapan atau dialog dengan teks secara online, Kuis atau ujian/test secara online, survey atau jejak pendapat,  forum atau diskusi beberapa permasalahan yang dihadapi annggota komunitas.
Banyak kritik dialamatkan kepada penggunaan LMS yang dianggap tidak mempertimbangkan aspek pedagogis. Karenanya, menurut Institute for Higher Education Policy, Amerika (dalam Govindasamy, 2002) terdapat tujuh parameter yang perlu diperhatikan dalam menerapkan E-Learning yang mempertimbangkan prinsip-prinsip pedagogis, yaitu: (1) institutional support; (2) course development; (3) teaching and learning; (4) course structure; (5) student support; (6) faculty support; dan (7) evaluation and assessment.


1 komentar:

  1. matur tengkyu bapak samin atas segala informasi yang panjenengan poskan. semoga lebih banyak lagi yang akan di-posting dan bermanfaat bagi semuanya. bapak samin do the best.

    BalasHapus